Bagaimana Nasib Guru Honorer Setelah Rekrutan 2006 yang Terkatung-katung?
Kehendak Pemprov Jateng memberi gaji guru honorer SMA/SMK sesuai UMK merupakan angin segar. Masih banyak para pendidik yang berupah di bawah standar, terutama guru swasta.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jateng, Widadi. Menurutnya, PGRI sudah berulang kali mengusulkan ke pemerintah pusat agar ada standar upah minimum bagi guru.
Nominal minimal yang diajukan Rp. 2 juta. Kalau yayasan atau sekolah tak mampu menggaji guru sesuai standar itu, selebihnya disubsidi pemerintah.
"Jika yayasan hanya mampu Rp. 500 ribu, pemerintah memberi subsidi Rp. 1,5 juta. Itu usulan PGRI. Sampai hari ini, tak ada realisasinya," kata Widadi, Selasa (13/9).
Menurutnya, kebijakan Pemprov Jateng bisa menjadi contoh bagi kabupaten/kota dalam memperhatikan guru honorer SD dan SMP sederajat. Di sisi lain, Widadi menyebut rencana pemberian gaji ke guru honorer menemui kendala pada PP 48/2006.
PP tersebut melarang pengangkatan guru honorer meski banyak sekolah yang kekurangan guru. Akibatnya, status guru honorer setelah 2006 terkatung-katung.
"Nah, guru honorer setelah 2006 ini nasibnya terkatung-katung. Mereka tak diakui. Kalau tidak diakui, ketika negara mengeluarkan uang akan menjadi masalah," tuturnya.
Regulasi itu juga berdampak pada guru honorer yang diangkat pengelola sekolah setelah 2006. Mereka tak bisa mengurus sertifikasi. "Semoga provinsi punya keberanian menyelesaikannya. Moratorium pengangkatan itu menjadi problem," paparnya.
Sumber: jateng.tribunnews.com