Guru Memukul Siswa, Apakah Tindakan Wajar?
Hampir setiap saat permasalahan antara guru dengan siswa menjadi trending topik dan pembicaraan di media-media sosial. Bahkan diperkarakan hingga ke proses hukum, tindakan guru yang menghukum atau memukuli siswanya.
Perilaku ini banyak menuai pro dan kontra di antara para orangtua siswa/i mulai dari SD, SMP, dan SMA/SMK. Ada yang setuju anaknya dihukum dan dipukul ketika melakukan kesalahan dan tidak disiplin dengan peraturan sekolah yang sudah di tetapkan. Ada juga orangtua yang tidak setuju apabila anaknya dipukuli atau dicubit oleh guru. Tentu saja, orangtua mempunyai beberapa alasan-alasan yang berbeda mengenai hal itu.
Orangtua siswa yang sadar akan kesalahan anaknya boleh saja membiarkan untuk dihukum dan dipukul jika itu demi kebaikan si anak. Hal ini untuk melatih mental agar lebih kuat, dan bisa patuh pada peraturan yang ada.
Seperti halnya yang pernah disampaikan oleh pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Professor Muzakir, bahwa UU Perlindungan Anak yang kerap dijadikan senjata tersebut memang agak kaku.
"Seharusnya dilihat dulu maksud dan tujuan guru memukul itu apa."
Mujakir menjelaskan, jika memukul tersebut bertujuan penganiyaan, maka bisa digolongkan ke tindak pidana. Namun, jika bertujuan untuk mendidik, seharusnya bisa diselesaikan melalui jalur kekeluargaan.
"Nggak perlu ke pengadilan, ada dewan guru di sekolah yang bisa menyelesaikan hal itu."
Berarti, aturan ini belum bisa dibenarkan, apakah seorang guru pantas memukuli siswanya atau tidak. Karena terkadang juga yang kita temui, ada guru yang memukul siswanya karena emosi, sehingga melewati batas kewajaran. Ini juga tidak diperbolehkan. Karena sama sekali bukan mendidik, tetapi menganiaya.
Kembali lagi pada zaman siswa-siswa yang dulu. Peraturan yang sangat ketat dan hukuman yang sangat ketat, hasilnya juga kebanyakan siswa dulu otaknya lebih encer atau sama rata dibanding yang sekarang. Siswa-siswi zaman ekarang kebanyakan mentalnya lembek, dipukul sedikit sudah melapor ke kantor polisi, sekalipun siswa tersebut sadar bahwa yang bersalah adalah dirinya sendiri.
Nofalianus Lahagu (klikberita.co.id)