Rp. 14 Triliun untuk Rehabilitasi Bangunan SD Rusak
Pemerintah akan mengutamakan pembangunan sarana dan prasarana sekolah dasar di daerah pelosok. Strategi tersebut dianggap solutif untuk mewujudkan kualitas pendidikan yang merata. Dana sebesar Rp. 1,4 triliun siap digelontorkan tahun ini untuk merehabilitasi 14.402 SD yang berada di daerah terluar, terpencil, dan terdepan (3T).
Direktur Pembinaan SD Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Wowon Widaryat mengatakan, perbaikan sekolah rusak sudah dimulai awal 2017. Anggaran tersebut meningkat empat kali lipat ketimbang alokasi tahun lalu yang sebesar 360 miliar rupiah, untuk merehabilitasi 4.000 SD. Ratusan unit yang sudah selesai.
"Di antaranya sekolah di Nusa Tanggara Timur, Aceh, Papua dan Maluku sudah ada yang selesai. Bukan hanya di daerah 3T, sekolah yang berada di pinggiran ibu kota, seperti Sukabumi, Cianjur dan Purwakarta juga ada yang akan direhab. Terutama yang berada di pelosok desa," ujar Wowon di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Kamis, 6 Juli 2017.
Ia menuturkan, pemerintah menetapkan langsung sekolah yang akan direhab, tak harus menunggu pengajuan permohonan bantuan dari pemerintah daerah. Pasalnya, data sekolah rusak yang dimiliki pemerintah pusat dan daerah kerap berbeda. "Kami melibatkan 6.000 relawan yang berasal dari 611 SMK untuk mendata langsung ke lapangan. Laporan ditindaklanjuti oleh kami dengan melihat langsung. Setelah dianggap real sekolah itu rusak, langsung direhab," ujarnya.Cara tersebut dilakukan untuk menekan penyelewengan anggaran. Wowon menegaskan, selama ini, bantuan dari pemerintah kerap tidak tepat sasaran dan menimbulkan masalah. "Bahkan ada kepala sekolah yang menolak dibantu karena takut dipenjara. Dana Rp 1,4 triliun itu 94 persen untuk pembangunan fisik. Sebesar 4 persen untuk jasa pengawas konstruksi dan 2 persen untuk membeli alat tulis kantor sekolah," katanya.
Dari 149.552 ruang kelas SD, sebanyak 117.52 ruang di antarnya rusak dan 49.074 unit rusak berat. Program rehabilitasi sekolah di pinggiran tersebut untuk memperbaiki tata kelola kebijakan dan sumber daya manusia. "Selain rehabilitasi fisik, bantuan operasional sekolah (BOS) dan program Indonesia pintar (PIP) juga terus jalan. Rehabilitasi termasuk dilakukan di daerah konflik dan rawan bencana alam," ucapnya.
Memprihatinkan
Dirjen Dikdasmen Kemendikbud Hamid Muhammad menegaskan, memperbaiki kualitas pendidikan nasional harus dimulai dari Sekolah Dasar. Yakni dengan menyediakan fasilitas sarana dan prasarana belajar yang memadai, guru dan tenaga kependidikan yang bagus dan merata, serta proses pembelajaran yang benar. Menurut dia, ketiga komponen tersebut sangat jarang ditemukan di jenjang SD. "Akibatnya sebagian besar mutu SD sampai saat ini masih memperihatinkan," ujarnya.
Saat ini, jumlah SD mencapai 148.000 sekolah. Sebagian besar tersebar di Pulau Jawa dan kota besar. SD di wilayah perbatasan dan daerah pelosok, selain jarang, kondisi bangunannya pun jauh dari bagus dan bermutu. Berdasarkan hasil audit Badan Akreditasi Nasiona Sekolah/Madrasah, SD yang terakreditasi A atau memenuhi standar yang sekitar 25%. "Yang terakreditasi B sekitar 35 persen, sedangkan sisanya masuk kategori C dan tak terakreditasi," katanya.
Ia menegaskan, pembangunan sarana dan prasarana harus dibarengi dengan peningkatan kualitas guru dan tenaga kependidikan. Jika SDM tak dibenahi, kualitas pendidikan nasional tetap akan terpuruk. "Total guru ada tak kurang dari 3 juta orang. Setengahnya lebih adalah guru SD," ujarnya.
Sumber:pikiran-rakyat.com