Latihan Soal Bahasa Indonesia Semester 2 Kelas 11 SMA/MA (2)

Latihan Soal Bahasa Indonesia Semester 2 Kelas 11 SMA/MA (2)
Bacalah wacana di bawah ini!

Acting Film dan Acting Teater

Pada dasarnya orang ber-acting itu tidak memiliki batasan waktu. Sejak bangun tidur pada pagi hari hingga menjelang tidur pada malam hari. Bisa bermula dari buang air, sikat gigi, mandi, berpakaian, sarapan, berangkat ke sekolah, dan seterusnya hingga tertidur kembali pada malam hari. Akan tetapi, menurut James Monaco dalam bukunya How to Read a Film, acting adalah bagian dari permainan seorang aktor atau aktris sebagai bentuk peran sertanya di tempat pembuatan film, dalam wujud penampilan tubuh, gerak, laku, ekspresi wajah, dan suara. Kata acting itu sendiri lazim dikaitkan dengan kehidupan dunia film dan teater.

Kemudian, muncul pertanyaan, apakah ada perbedaan antara acting film dan acting teater atau panggung? Saya sendiri sering mendengar pertanyaan seperti itu. Ada yang mengatakan bahwa akting ya akting, titik. Maksudnya akting itu sama saja, baik itu acting film atau akting teater. Kalaupun ada perbedaannya, ialah yang baik dan acting yang buruk, itu saja.

Acting di film lebih kaya, kata tokoh teater Kecil almarhum Arifin C. Noer suatu kali dalam sebuah diskusi film pada era 80-an di Taman Ismail Marzuki. Karena film punya close-up yang bisa mempertegas dan memberikan penekanan dalam menarik perhatian terhadap suatu subjek khusus yang diinginkan sutradara, seperti close-up ke wajah, mata, bahkan gerakan kecil pada jari tangan. Selain itu, film juga mempunyai sudut pengambilan gambar yang beragam, bisa dari atas, bawah, samping, dan dari segala penjuru.

Aktor film, saat ber-acting harus mampu bekerja sama dengan banyak pihak, seperti sutradara, lawan main, juru rias, penata artistik, kru kamera, kru lampu, dan kru lain. Aktor film harus taat pada blocking yang telah dipatok, harus pas tidak boleh meleset. Jika tidak, gambar di film itu bisa out focus atau gelap akibat tidak cukup sinar.

Gerakan yang kebesaran pada saat pengambilan gambar close-up, bisa berkesan over atau membuat si aktor out of frame. Jika terjadi kesalahan, sutradara berhak menghentikan adegan yang sedang berjalan. Kerja film adalah kerja kolektif, kerja sama banyak pihak. Dalam memvisualkan sebuah adegan, sutradara perlu membuat banyak adegan dan adegan itu terdiri atas banyak dot. Adegan yang dibuat, memang sering sepotong-sepotong. Apakah ini merupakan kelemahan? Tidak juga, justru di sinilah letak kelebihannya. Bayangkan, dari sekian banyak potongan-potongan gambar, ketika disatukan bisa menjelma menjadi sebuah cerita yang punya roh, punya emosi, punya daya tarik, dan enak ditonton.

Lantas kenapa orang sering mengatakan, seseorang yang ber-acting di teater gerakan dan gaya bicaranya lebih besar ketimbang yang ber-acting di film? Sebetulnya ini hal yang wajar, karena bagi pemain teater ada jarak antara pemain di panggung dengan penontonnya. Kalau gerakan dan suara dibuat wajar apa adanya, maka penonton di belakang tidak bisa melihat gerakan yang kecil atau tidak bisa mendengar dialog yang perlahan.

Meskipun begitu, ber-acting di atas panggung dianggap jauh lebih total dan mengalir ketimbang ber-acting di film yang adegannya dilakukan sepotong-sepotong. Acting di teater lebih tuntas, lebih memberi kepuasan batin bagi pelakunya karena dari awal sampai akhir pertunjukan emosi sang aktor terus mengalir dan terjaga. Tidak ada gangguan karena kamera yang tidak fokus, atau pengambilan gambar harus dihentikan akibat kru harus menata lampu kembali karena berganti sudut pengambilan gambar.

Beda dengan aktor panggung. Begitu layar terbuka, pemain adalah raja, panggung adalah miliknya. Dia bisa melakukan apa saja, sang aktor bebas berekspresi, bebas bergerak ke mana saja. Bahkan kalau mau, seorang aktor bisa ngaco keluar dari blocking maupun alur cerita yang sudah disepakati jauh-jauh hari sewaktu latihan. Tidak ada yang bisa menghentikannya, tidak sutradara, tidak juga lawan mainnya. Selama pertunjukan berlangsung, sutradara tidak bisa berbuat apa-apa, selain mengelus dada. Tinggal nanti selesai pertunjukan, kita lihat bagaimana si aktor menghadapi sutradara yang sudah naik pitam melihat ulah pemainnya.

Dikutip dengan pengubahan dari artikel Menimbang Acting Sumanto karya El Manik, Media Indonesia, Minggu, 13 Juni 2004.

    Untuk nomor 1 - 3, jawablah berdasarkan wacana di atas!
  1. Wacana di atas membahas:

     Pengertian acting
     Perbedaan acting film dan acting teater
     Kekurangan dan kelebihan acting dalam pembuatan film
     Kekurangan dan kelebihan acting dalam pentas teater
     Kelebihan acting teater dibanding acting film
  2. Paragraf pertama teks di atas membahas:

     Isi buku How to Read a Film karya James Monaco
     Orang ber-acting tidak memiliki batasan waktu
     Istilah acting selalu dikaitkan dengan dunia film dan teater
     Acting adalah bagian permainan seorang aktor
     Acting diwujudkan dengan penampilan tubuh, gerak laku, ekspresi wajah, dan suara
  3. Karakteristik acting dalam pembuatan film terdapat pada paragraf:

     3, 4, 5
     6, 7, 8
     1, 2, 5, 6
     3, 4, 5, 6
     1, 3, 4, 6
  4. Dalam novel Siti Nurbaya, tokoh Datuk Maringgih dibenci banyak orang karena sifatnya yang berhati buruk. Tokoh Datuk Maringgih digambarkan sebagai tokoh:

     Antagonis
     Protagonis
     Melankolis
     Tritagonis
     Egois
  5. Inu: "Tenang, Jati. Tidak apa-apa!"
    Jati: "Enak saja! Senang, ya, dapat membuat orang menangis?"
    Inu: "Hei, bukan aku penyebabnya, Jati!"

    Karakter tokoh Inu dalam percakapan di atas adalah:

     Sabar
     Pendendam
     Bijaksana
     Pemarah
     Egois
  6. O, malam kelam pikiran insan
    Koyak-moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan
    Kitab undang-undang tergeletak di selokan
    Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan

    Unsur intrinsik yang menonjol dalam penggalan puisi di atas adalah:

     Rima
     Hiperbola
     Gaya bahasa
     Citraan dan lambang
     Intonasi
  7. Masalah yang diungkap dalam karya sastra tidak dapat lepas dari masalah kehidupan yang ada pada dunia nyata karena:

     Kehidupan itulah yang menjadi sumber cerita
     Kepekaan rasa yang dimiliki para pengarang
     Novel berisi cerita yang panjang dan lengkap
     Ceritanya memang berdasarkan fakta bukan khayalan
     Karya sastra bersifat fiktif
  8. Sasakala Gunung Tangkuban Perahu merupakan salah satu jenis folklore yang berjenis:

     Mitos
     Legenda
     Dongeng
     Epos
     Babad
  9. Berikut yang bukan karya-karya Nh. Dini adalah:

     Dua Dunia (1956), Hati yang Damai (1961), La Barka (1975), Namaku Hiroko (1977), Keberangkatan (1977)
     Amir Hamzah Pangeran dari Seberang (1981), Kuncup Berseri (1982), Tuileries (1982), Segi dan Garis (1983)
     Salah Asuhan, Siti Nurbaya, Layar Terkembang, Belenggu, Jalan Tak Ada Ujung
     Sebuah Lorong di Kotaku (1983), Padang Ilalang di Belakang Rumah (1979), Langit dan Bumi Sahabat Kami (1979), Sekayu (1981)
     Kuncup Berseri (1982), Tuileries (1982), Segi dan Garis (1983), dan Orang-Orang Tran (1984)
  10. Salah satu ciri tokoh perempuan dalam cerita karya Nh. Dini adalah:

     Perempuan yang sama sekali tidak mau menoleh ke belakang yang menyadari kualitas sendiri dan dengan itu memandang ke depan
     Perempuan yang menaati budaya leluhur
     Perempuan yang selalu pasrah akan nasib
     Perempuan yang mengikuti kehendak orang tua dan suami dalam segala hal
     Perempuan yang tidak mau menerima perubahan, apalagi perubahan dari budaya barat yang bertentangan dengan dunia timur
  11. Judul-judul di bawah ini yang merupakan drama karya Chairil Anwar adalah:

     Deru Campur Debu
     Bunga Rumah Makan
     Pagar Kawat Berduri
     Pelabuhan Hati
     Atheis
  12. Berikut adalah nama angkatan dalam perkembangan sastra di Indonesia, kecuali:

     Angkatan 20 atau Angkatan Balai Pustaka
     Angkatan Pujangga Baru
     Angkatan 66
     Angkatan 45
     Angkatan Muda
  13. Salah satu ciri roman yang muncul pada masa Angkatan 45 adalah futuristik. Yang dimaksud futuristik adalah:

     Karya sastra merupakan isi perasaan, pikiran, serta sikap pribadi penulis
     Karya sastra berorientasi pada masa depan
     Karya sastra selalu mengungkapkan sesuatu yang sudah biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari
     Karya sastra dapat membawa nama negara ke dunia internasional
     Karya sastra tidak terikat pada aliran sastra
  14. Berikut yang merupakan latar sosial dalam cerpen adalah:

     Adat istiadat
     Tempat
     Waktu
     Penulis
     Sudut pandang
  15. Sebuah pementasan drama dialognya diiringi musik. Drama tersebut termasuk jenis drama:

     Tablo
     Tragedi komedi
     Melodrama
     Tragedi
     Komedi
Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas!
  1. Jelaskan unsur intrinsik cerpen dan novel!

  2. Apa perbedaan sastra lama dengan sastra modern?

  3. Jelaskan langkah-langkah meresensi novel!

  4. Jelaskan perbedaan hikayat dengan cerpen dari segi bahasa!

  5. Jelaskan langkah-langkah memparafrasakan cerpen agar menjadi naskah drama!

  6. Sebutkan jenis-jenis drama menurut penyajian lakonnya!

  7. Apa yang perlu dituangkan dalam pembukaan sebuah resensi drama?

  8. Sebutkan ciri-ciri karya sastra Angkatan Pujangga Baru!

  9. Salah satu ciri karya sastra Angkatan 45 adalah bersifat individualistis. Jelaskan maksudnya!

  10. Tunjukkan perbedaan sudut pandang pengarang pada kedua penggalan cerpen berikut dan jelaskan alasanmu!

    Cerpen 1

    Pantai

    Keinginanku tiada mati. Betul aku ingin menyaksikan sendiri deburan ombak Purus yang telah banyak diceritakan dalam dongeng baik-baik atau tiada bernilai. Tadi siang baru saja kapal KPM mengantarku ke Pelabuhan Teluk Bayur dalam rangka perjalanan ke Medan. Dan karena tarikan ombak Purus aku bermukim di sini, menurut istilah agama.

    Setelah makan nasi ramas yang sangat terkenal itu aku pergi ke pasar dan terus menuju jalan ke Gunung Padang. Monyet-monyet dan jambu yang terkenal menurut dongeng Marah Rusli tiada kutemui di remang begini. Dan mungkin tiada ada sama sekali. Dari sini aku mulai perjalanan di pasar pantai – menuju arah ke Purus.

    Andrea A'xandre Leo

    Cerpen 2

    Kolam

    Pak Soleh mengumpulkan pakaian anak-anak. Pakaian itu diangkut ke balik pintu mesjid. Ia sembunyi mengintip. Dari sana ia dapat melihat segerombol anak-anak bersuka ria mandi di kolam.

    Muli, Barita, Pogang, dan tujuh anak lainnya masih sibuk mandi. Mereka bersembur-semburan air. Ada yang menyelam jungkir balik. Ada pula yang mengapung berhanyut-hanyut. Mereka tertawa sambil bersorak-sorak. Tak ada yang tahu pakaiannya sudah pindah tempat.

    Mansur Samin

Powered by Blogger.