Pembentukan Karakter Dimulai dari Sekolah
Bila melihat perkembangan keadaan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini, sudah selayaknya kita berpikir dan bertanya di dalam hati, apa sebenarnya yang salah yang terjadi di negeri ini dan apalagi bila pertanyaan tersebut diarahkan kepada karakter dan nilai-nilai budaya bangsa yang terus mengalami penggerusan. Seringkali media massa menyampaikan berbagai peristiwa yang memalukan terjadi di negeri ini, berbagai peristiwa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter bangsa dan semangat kebhinekaan juga acapkali terjadi. Semangat kebhinnekaan yang selama ini terpelihara di tengah-tengah masyarakat sudah mulai banyak yang terkoyak dan rusak ditambah lagi dengan berbagai peristiwa yang memalukan baik yang dilakukan oleh oknum yang seharusnya menjadi teladan maupun oleh rakyat biasa yang mencari teladan.
Pendidikan
Dari sekian banyak pendekatan dan upaya perbaikan yang diusulkan/wacanakan, salah satu pendekatan yang effektif dan effisien untuk memperbaiki keadaan ini adalah pendidikan, pendidikan dalam artian yang utuh dan sebenarnya, bukan hanya pendidikan dalam artian sempit yang hanya berbicara dan berkutat di sekolah dan sekitarnya, perihal target hasil belajar serta capaian nilai mata pelajaran semata, bukan demikian maksudnya namun dalam artian yang menyeluruh. Bila pendidikan hanya sampai pada tataran nilai dan hasil belajar saja sepertinya hal ini terlalu dangkal dan sejatinya bukanlah ini yang menjadi esensi dari pendidikan, namun harus tetap diingat bahwa sekolah dan warga sekolah juga tidak boleh menafikan capaian hasil belajar siswa sebab ini merupakan tanggung jawab moral siswa, guru dan orang tua dalam menghadapi dinamika zaman dan perkembangan keilmuan yang demikian dinamis dan selektif.
Inilah tantangan yang harus dihadapi oleh bangsa ini terutama sekolah maksudnya warga sekolah dan stakeholder yang terkait untuk mengubah mindset yang berkembang di masyarakat dan dinamika kekinian yang terus bergulir. Pendidikan yang sebenarnya bukanlah ketika siswa menghadapi materi pembelajaran semata di kelas namun lebih kompleks lagi, pendidikan yang utuh lebih bersifat kepada pembelajaran sepanjang hayat (long life learning), pembelajaran yang bukan hanya didapat di bangku sekolah saja melainkan juga dalam kehidupan nyata sehari-hari dan kalau mau jujur seseorang akan terus belajar di sepanjang hayatnya, seseorang tidak akan pernah berhenti belajar (never stop to learn) sebab materi pembelajaran akan terus berkembang seiring berkembangnya ritme kehidupan dan kebudayaan kontemporer.
Orang yang terus belajar adalah orang yang terus membuka diri untuk "diisi" sehingga pada akhirnya ia akan mengalami kepenuhan/kelimpahan (abundantly) laksana padi semakin berisi dan semakin merunduk dan akhirnya dapat melengkapi hidup orang lain. Semangat ini harus terus ditanamkan dan tertanam dalam benak masyarakat sehingga kemauan untuk terus belajar dan melengkapi diri akan semakin bertumbuh.
Pendidikan yang utuh bukan merupakan tugas tunggal sekolah saja, sekolah tidak akan dapat berbuat banyak bila dibiarkan berjalan sendiri, sekolah harus didukung oleh semua pihak terutama pemangku kepentingan. Orang tua, masyarakat dan negara (Kemendikbud) adalah satu kesatuan yang harus dekat dengan sekolah, dukungan dari orang tua dan arahan serta bimbingan dari Kemendikbud akan memampukan sekolah lebih percaya diri dalam mengembangkan pendidikan yang utuh, sekolah dan guru sudah berusaha semaksimal mungkin memberikan yang terbaik bagi siswanya, namun keberhasilan seorang siswa bukanlah semata terletak pada sekolah atau lebih pasnya lagi guru, tidak sama sekali. Keberhasilan siswa adalah keberhasilan bersama artinya keberhasilan siswa, guru, orang tua dan tentunya negara (kemendikbud) dan ini hanya dapat dicapai berkat adanya kerja sama yang prima. Namun seringkali orang tua/masyarakat meletakkan keberhasilan dan atau kegagalan seorang siswa selalu berada di pundak sekolah atau guru, guru/sekolah takkan bisa berbuat banyak tanpa adanya respon positif dan kerja sama dari semua pihak. Adalah hal yang menyakitkan bagi seorang guru bila ia melihat kegagalan seorang siswanya, seorang guru akan lebih bangga dan akan lebih percaya diri bila melihat siswanya lebih berhasil darinya, sekali lagi keberhasilan ini tentunya perlu kerja sama yang apik dan prima dari semua anak bangsa, apalagi bila dikaitkan dengan mental, spritual dan karakter, ini akan menjadi sebuah tantangan yang menarik. Apalah artinya keberhasilan dari segi angka-angka saja namun gagal dari segi mental, spritual dan karakter, padahal hidup inikan tidak semata-mata hanya dekat dengan angka-angka saja.
Siswa perlu keteladanan. Setiap keteladanan yang diberikan oleh guru/sekolah akan dilihat oleh siswa dan warga sekolah yang lain, sehingga tanpa disadari hal ini akan melepaskan aura positif bagi perubahan karakter siswa. Contoh kecil yang terlihat di sekolah misalnya adalah budaya senyum, sapa dan salam, bila guru sudah melaksanakan ini maka umumnya siswa akan mengikuti. Kelihatannya hal ini sepele, namun makna dan pengaruhnya sangat besar dimana budaya ini sebenarnya melatih warga sekolah untuk memberi dan peduli, bukankah hal ini mulai pupus dari masyarakat dan budaya bangsa saat ini ? Budaya memberi dan peduli haruslah terus dikembangkan, dan bila hal ini terus berlangsung dalam kurun waktu yang relatif lama maka tidak tertutup kemungkinan orang-orang yang berada disekitar sekolahpun akan menangkap aura positif ini sehingga lambat laun merekapun akan mengalami perubahan karakter. Dan bila pihak yang dekat dengan lingkungan sekolah di antaranya adalah orang tua dan stakeholder yang lain juga terus ikut belajar sehingga ketika berbicara mengenai revolusi karakter dan kebhinekaan maka akan nyambung. Terlalu naif rasanya ketika berbicara revolusi karakter kepada generasi yang akan datang jika generasi tersebut tidak melihat terjadinya revolusi karakter satu generasi di atasnya artinya yang menjadi teladan buat mereka, mari berikan bukti bukan sekadar teori dan janji.
Untuk possible mission ini marilah setiap anak bangsa lebih meningkatkan kemesraan sehingga bisa berjalan bersama dalam meningkatkan pendidikan yang lebih berkarakter, kita semua memang harus mau berubah dan diubah bila mau mewujudkan revolusi mental dan kebhinekaan dapat terjadi bagi satu generasi yang akan datang/satu generasi di bawah kita. Sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan akan semakin percaya diri dan dapat meningkat speed-nya untuk melakukan revolusi dengan adanya dukungan yang nyata dari berbagai pihak apalagi dari instansi/lembaga terkait.
Kebudayaan
Ketika berbicara tentang kebudayaan sebenarnya kita sedang berbicara segala hal yang menjadi kebiasaan di dalam kehidupan yang pelaksanaannnya dilakukan secara turun temurundan dalam jangka waktu yang relatif lama. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan keramah-tamahannya, toleransi dan banyak hal positif lainnya, ini sudah berlangsung lama dan turun temurun sehingga sudah menjadi "brand" bagi Indonesia di mata dunia internasional. Namun akhir-akhir ini kelihatannya nilai-nilai positif dari kebhinekaan yang sudah lama membudaya di negeri ini sudah mulai mengalami penggerusan/luntur, koyak dan rusak. Kebudayaan Indonesia yang dipenuhi dengan nilai-nilai luhur dan kearifan serta berlimpah dengan karakter positif sudah mulai memudar khususnya bagi generasi muda saat ini. Dan bila hal ini di biarkan terus berlangsung dalam waktu yang relatif lama maka tidak tertutup kemungkinan akan menjadi budaya yang kurang baik dan menguntungkan bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam konteks kebhinnekaan.
Tradisi, adat dan kebiasaan yang ada akan sangat membantu pembentukan karakter seseorang sebab karakter tidak terjadi dengan sendirinya, pembentukan karakter dipengaruhi oleh banyak hal yang ada di sekitarnya, karakter orang Indonesia pada umumnya dipengaruhi oleh nilai-nilai ke arifan lokalnya ditambah dengan nilai-nilai positif dari pergaulan yang berbhinneka.
Sekolah adalah tempat yang paling tepat untuk berlangsungnya proses pendidikan, proses kebudayaan, proses pembudayaan budaya yang berkarakter dan berkepribadian tentunya karakter dan pribadi yang asli Indonesia. Dengan kata lain pendidikan dan kebudayaan untuk mendukung terjadinya revolusi karakter bangsa dan semangat ke-bhinneka-an sudah tepat dimulai dari sekolah.
Sumber: Donny Hutabarat (riaupos.co)